Asal Usul

ASAL USUL REFRAME YOUR LIFE

Iyan Radiana terinspirasi oleh pengalaman hidupnya sendiri

Saya-anak nomor 3- dilahirkan dari keluarga 5 bersaudara, dari seorang ayah petani dan ibu pedagang sayur jemprakan di pasar. Menghabiskan waktu kecil di Kampung Pongporang- sebuah kampung yang saat itu tak berlistrik di kaki gunung Geger Bentang Ciamis Selatan.

Lahir dari keluarga miskin membuat saya sangat minder dan jauh dari percaya diri. Untuk naik angkot dan harus menghentikan mobil saja terasa degdegan.

Namun ada satu pesan bapaknya yang selalu diingat. Bapak akan menyekolahkan anaknya sampai mati-matian asal masuk di sekolah negeri—karena biayanya murah saat itu. Masuk SMP pun jika tidak negeri tidak akan dibiayai. Kata-kata itulah yang selalu diingat anak-anak Pak Mamur, ayah saya yang hanya lulus kelas 5 SD. Tak heran, meskipun dari kampung, 4 dari 5 bersaudara itu masuk sekolah bahkan perguruan tinggi negeri, kakak dan adik perempuannya lulusan dariUnsoed, saya sendiri masuk Unpad, dan adiknya masuk ITB. Sedangkan kakak tertuanya hanya lulusan SPMA karena tidak bisa masuk perguruan tinggi negeri.

Saya pindah ke Bandung pada tahun 1986, masuk di Unpad di jurusan yang dirasakan kurang pas dengan hati nuraninya. Tingkat 3, karena sudah tidak tahan, saya bicara kepada ayah saya bahwa saya mau keluar. Namun ayah saya menyarankan untuk melanjutkan. Sebelum lulus, Saya masuk ke fakultas Sastra jurusan bahasa Inggris, karena saya bercita-cita untuk kuliah di LN. Akhirnya saya bisa lulus dari dua fakultas tersebut.

Lulus kuliah, saya terdampar menjadi guru Bahasa Inggris, suatu karier yang terjadi kebetulan, dan tak terasa berjalan sampai 10 tahun. Sambil kerja, saya berbisnis sampingan dengan harapan akan menjadi bisnis utama saya, dari mulai katering, beternak ayam, beternak burung, berjualan pakaian dll yang kalau di hitung sudah ada 22 bidang yang saya geluti, dan ternyata tidak satupun yang berhasil.

Setelah mengadakan kontemplasi, akhirnya memutuskan untuk mengambil master dalam bidang managemen tanpa tabungan sepeserpun. Setelah melalui usaha yang dramatis saya lulus dan menyandang gelar MM. Setelah lulus, Saya memberanikan diri untuk berbicara dengan pemilik EEP Bandung, dengan proposal yang sangat berani. “Mark (Mark Hallets pemilik EEP), jika kamu sudah capai mengurus EEP, biar saya yang menjadi Direktur”. Tiga hari kemudian, saya dipanggil, bukan untuk presentasi seperti yang saya bayangkan, tetapi ditanya mau gaji berapa. Akhirnya jadilah saya seorang Direktur.

Lompatan besar dari seorang guru ke mengelola sekolah dengan jumlah murid 1500 orang dan jumlah guru kira-kira 30 orang sebagian diantaranya bule dan orang Mandarin ditambah dengan permasalahan lain seperti cicilan bulanan dll membuat saya merasa overwelmed. Saya mulai dilanda stres.

Tahun ke tiga menjadi direktur saya merasa sudah tidak fokus lagi dan saya merasa kerja untuk orang lain tidak akan membuat saya kaya, maka saya dengan teman-teman kuliah di MM mendirikan bisnis, diantaranya mendirikan sekolah perhotelan (tutup di tahun ke-2 dan mensisakan utang puluhan juta) dan konsultan bisnis. Kesibukan Saya menjadi padat, Senin sampai Jumat sebagai direktur, dan Sabtu dan Minggu sebagai trainer di perusahaan konsultan sendiri, kadang-kadang saya harus mentraining di luar kota. Uang terasa begitu mudah, namun kesehatan mulai menurun, terutama kesehatan mental. Masalah kecil menjadi terasa besar. Saya sering kena sakit kepala sehingga setiap hari makan obat sakit kepala.

Masalah terasa semakin menumpuk, waktu untuk diri sendiri dan keluarga mulai sirna, ditambah dengan konflik dengan beberapa bule, takut kehilangan pekerjaan dan beban cicilan ke bank sangat besar, akhirnya saya mulai dilanda stres dan depresi. Karena perasaan was was yang sudah tidak tertahankan, maka akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke seorang psikiater. Saya menjalani pengobatan selama kurang lebih 6 bulan dengan meminum obat anti depresan. Saya kena yang namanya panick syndrom—muncul rawa was-was secara tiba-tiba. Psikiater bilang bahwa neurotransmitter di otak saya beraktifitas terlalu kencang sehingga saya susah tidur. Sering muncul ide-ide aneh. Misalnya, ketika habis mencoblos saat pemilu, kelingking saya ada tintanya. Karena sulitnya menghapus tinta tersebut, sampai saya kepikiran untuk memotong kelingking saya. Saya jadi teringat seorang pelukis yang memotong telinganya. Sering tiba-tiba bangun tengah malam dan tidak bisa tidur lagi meskipun terasa lelah.

Ketakutan akan ketergantungan obat, dan tidak bisa kembali normal selalu menghantui kehidupan saya. Ketika rasa was was itu muncul, sepertinya saya ingin lari. Kadang-kadang rasa was was itu muncul pada saat sedang sholat, dan ingin rasanya lari entah kemana. Bertemu dengan orang banyak atau mendengar bisingnya suara kendaraan terasa membuat hati begitu gundah. Bahkan mendengar gemericik air ketika orang mandi membuat saya sangat terganggu. Pada saat seperti itulah saya makan obat yang kadang-kadang melebihi yang dianjurkan prikiater. Saya seperti mau gila. Dan saya tidak membicarakan masalah ini kepada siapapun apalagi ke orang tua saya di kampung karena adik saya (terpaksa DO dari ITB) sudah lebih parah dari saya dan ketergantungan obat sampai sekarang. Saya tidak bisa membayangkan perasaan orang tua saya. Pada saat itu, tidak ada hal yang lebih penting dalam hidup saya selain kehidupan mental yang sehat. Apapun rasanya akan saya berikan asal saya bisa sehat, itulah yang ada di pikiran saya. Saya tidak perduli lagi karier, kekayaan atau keduniawian lainnya. Saya hanya ingin kembali normal.

Dari situ saya mulai tersadar akan perlunya keseimbangan hidup. Saya begitu kecil, dan manusia tidak bisa mengejar kekayaan dan hal-hal yang sifatnya keduniawian semata.. Bahkan saya merasa semakin kita kejar itu kekayaan, semakin sulit kita dapatkan.

Akhirnya saya bicara dengan istri saya bahwa jika cicilan sudah lunas saya mau keluar kerja. Istri saya, melihat keadaan saya mengangguk setuju. Maka pada tahun 2005, ketika cicilan mobil, bank dll yang jumlahnya Rp. 6 jutaan per bulan lunas, saya memutuskan untuk keluar kerja dan saya bilang ke manajer operasional yang terkaget-kaget dengan keputusan saya, bertanya. Mau kerja dimana pak? Saya jawab dengan berseloroh: mau jadi ustadz kata saya.

Setelah keluar kerja. Tantangan mulai muncul. Ternyata pekerjaan sambilan yang tadinya menghasilkan lebih banyak uang itu tiba-tiba tidak ada lagi karena ada perubahan di manajemen puncak perusahaan yang memberi order kepada saya. Jadilah saya seorang pengangguran. Saya mulai merasa takut untuk tidak bisa menghidupi anak istri.

Karena pengalaman buruk itulah, saya banyak membaca tentang bagaimana otak manusia bekerja, dan saya membaca banyak buku motivasi. Saya membaca buku-buku Anthony Robbins seperti Unlimited Power (saya baca tidak kurang dari 5 kali), Awaken the Giant within, Note from a Friend, Unleash The Giant within (Audio), serta buku karangan motivator kelas dunia lainnya seperti Farrah Grey, Brian Mayne, Paul Mckenna, Ibrahim Elfiki, dll. Saya browsing di internet mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan diri. Namun yang paling berkesan bagi saya adalah Brian Mayne dan Anthony Robbins.

Dari situlah saya mulai kontemplasi mengenai siapa diri saya, untuk apa saya hidup, akan kemana hidup kita. Maka saya meramu sebuah program pelatihan dan saya mulai menerapkan apa yang saya buat untuk diri saya sendiri. Ternyata hasilnya luar biasa. Saya merencanakan ke 4 aspek kehidupan dan sudah melihat hasilnya untuk diri saya. Alhamdullilah, hidup saya terasa lebih”kaya”, lebih fulfilled, dan lebih bahagia. Saya mulai ingin berbagi dengan sebanyak mungkin orang mengenai pengalaman dan penemuan ini.

Saya yakin hasil kontemplasi saya, pengalaman hidup saya, buku-buku motivasi dan audio motivasi yang saya dengar setiap hari akan merubah hidup banyak orang ke arah yang lebih baik. Maka, kadilah sebuah pelatihan yang berjudul Reframe Your Life. Pelatihan yang menurut saya unik yang merupakan perpaduan yang terintegrasi dengan baik dari program pelatihan beberapa motivator kelas dunia. Cita-cita dalam bentuk gambar terinspirasi oleh Life Mapping-nya Brian Mayne, Self Mastery dari Anthony Robbins, dan Induksi ke alam bawah sadar dari Paul Mc Kenna.

Akhirnya saya bertemu dengan orang-orang TDA (Tangan DiAtas), sebuah komunitas yang memiliki visi yang sama dan bertekad akan men-share penemuan ini. Setelah mengadakan beberapa sesi pelatihan untuk umum dan membaca kesan-kesan dari peserta serta melihat perubahan orang-orang yang telah mengikuti pelatihan saya, saya merasa bagitu yakin bahwa saya harus menyebarkan pelatihan ini ke lebih banyak orang lagi.
Kami mentargetkan sampai 2013, kami akan mentraining 100,000,- orang untuk workshop Reframe Your Life dan membantu mereka menjadi orang-orang yang bisa berkontribusi lebih banyak untuk orang sekitarnya. Saya akan berkeliling ke berbagai kota di tanah air. Saya yakin inilah jalan hidup saya.

(catatan: Inilah pertama kali saya mengungkapkan jalan hidup saya dan ketika menulis ini beberapa kali saya meneteskan air mata. Saya sudah berencana untuk mengungkapkan cerita ini di awal pelatihan saya, namun masih takut saya nangis dan akan mengganggu pelatihan. Saya ganti ceritanya dengan kisah Brian Mayne, namun suatu saat, saya akan mencobanya)